Minggu, 01 April 2012

Tugas HUKUM INDUSTRI (Kelompok)


KASUS PELANGGARAN HAK CIPTA

Pelanggaran hak cipta yang akan dibahas kali ini adalah tentang pelanggaran hak cipta dalam bidang musik. Banyak kasus yang terjadi dalam bidang ini khususnya dinegara kita ini. Dari mulai kasus pelanggaran yang ringan sampai kasus pelanggaran yang berat.
Yang akan dibahas adalah kabar yang baru-baru ini di beritakan media massa, yaitu tentang tuduhan seorang pencipta lagu pencipta lagu sekaligus basis Rindu Band, mengklaim lagu yang dinyanyikan Cynthiara Alona  dalam acara ‘Bukan Empat Mata’ sebagai lagu ciptaannya.
Berikut berita yang di lansir kapanlagi.com

“Alona itu telah membajak lagu kita, kami melihat sendiri waktu dia di Bukan ‘Empat Mata’ pada 5 Desember 2011. Itu pertama kali kami melihat, kami merasa dia sengaja mengubah judul, aransemen, dan pencipta lagunya. Saya tanya ke mantan manager saya, tapi dia bilang tidak menjual lagu tersebut ke Alona,”kata Ipin seperti dilansir Kapan Lagi. Ipin pun mengungkapkan bahwa ia memiliki bukti berupa master lagu asli yang diduga telah dijiplak oleh Cynthiara Alona. Ipin juga berharap Alona mau mengakui dan meminta izin padanya sebagai pencipta lagu. “Saya hanya menuntut hak saya, kok bisa Alona membawakan lagu itu tanpa izin saya. Harusnya dia izin. Kalo dia punya hubungan dengan mantan manajer saya, saya tidak mau tahu,” ujarnya.
Gara-gara kejadian ini, bukan cuma Alona saja yang menjadi pembicaraan. Ipin pun dituduh hanya mencari sensasi dengan kasus penjiplakan lagu ini. Namun Ipin tidak peduli dan berkali-kali menegaskan bahwa ia punya bukti.
“Saya punya bukti kok, harapan saya Alona bisa meminta izin dulu,” kata Ipin. “Saya punya master mentah lagu itu dan dibantu oleh Posan, drummer Winner.”


Dalam penyelesaiannya di persidangan, kasus ini akan dijadikan sebuah drama mengenai pelanggaran hak cipta yang akan terjadi di meja hijau dan melibatkan semua pihak dalam kasus ini maupun sebagai bagian dari pengadilan dalam mengadili kasus ini. 

Sabtu, 31 Maret 2012


Tugas Pengadilan
 
PERLINDUNGAN HUKUM DAN
MATINYA INDUSTRI MUSIK INDONESIA


Saat ini industri musik di Indonesia boleh jadi sedang mengalami masa-masa yang paling suram. Bagaimana tidak, tahun 2010 ini, masa keemasan penjualan album fisik di Indonesia secara resmi hampir ditutup. Catatan dari ASIRI (Asosiasi Industri Rekaman Indonesia) men catat pada tahun 2008 hanya terjual 10 juta keping album, sementara tahun 2007 tercatat 19,4 juta dan 2006 sebesar 23,7 juta. Sementara tahun 2009-2010 terjadi penurunan sampai 15 persen. Di sisi lain, angka pembajakan menurut data ASIRI sejak tahun 2008 telah mencapai 96%. Ratusan toko kaset dan CD di Indonesia telah tutup selama dua tahun ini. Sedangkan label rekaman kini tinggal 15 perusahaan besar, dari 240 perusahaan yang terdaftar di ASIRI. Dengan kata lain, industri musik di Indonesia saat ini sedang sekarat.
Tentu merupakan sebuah ironi karena sampai tahun 2009 industri musik merupakan industri ekonomi kreatif yang mencatat angka pertumbuhan tercepat di antara jenis industri lain, yakni sekitar 18% - 22%. Ada beberapa permasalahan yang menjadi penyebab kematian industri kreatif ini. Di antaranya adalah era musik digital sebagai anak dari kemajuan teknologi informasi, dan masalah yang tak kalah peliknya: pembajakan.
Kondisi semacam ini terjadi juga di industri musik dunia. Revolusi media dan dinamikanya membuat paradigma orang-orang di dalamnya pun berubah. Chris Anderson, dalam bukunya the Long Tail mengatakan bahwa munculnya ipod, di mana sebuah produk dapat saling ditukar secara peer-to-peer mengubah semua pola dan paradigma dalam berbisnis. Download lagu gratis, copy atau share lagu dari teman, dan perilaku lain yang melanggar hak cipta terasa jamak terjadi saat ini.
Keadaan saat ini pun sudah diramalkan sejak tahun 2006 oleh Gerd Leonhard, seorang Media Futurist. Dalam artikelnya Music 2.0 dan bukunya The Future of Music, Leonhard mengatakan bahwa ”music is like water, music is for free..” Baginya, musik digital merupakan masalah yang serius: semua orang menggunakannya, hanya sedikit yang membayarnya, dan hanya Apple yang sukses membisniskannya. Pada saat yang sama, penetrasi broadband di Eropa meledak, perangkat mobile jauh lebih kuat, dan milyaran orang dapat membagikan musik dalam jejaring sosial dan semua jaringan digital lainnya. Usaha untuk membuat ISP dan telecom untuk bertanggung jawab atas model masalah dalam industri ini telah gagal, 95 % Digital Natives di Eropa bersalah dalam pelanggaran copyright, dan jalan buntu ini menjadi permasalahan kultural, politik dan ekonomi yang utama.
”Industri musik di Indonesia memang tidak mengalami perubahan yang signifikan sejak jamannya Koes Plus,” demikian ungkap Anton Kurniawan, seorang praktisi industri musik Indonesia. Pelaku-pelakunya tidak pernah membuat terobosan yang berarti sejak tahun 1950-an. ”Para label hanya main aman saja. Karena itu, praktis industri ini stagnan” demikian jelasnya. Mantan manajer Sheila On 7 ini menambahkan bahwa era digital dalam industri musik ini tentu tidak terhindarkan. Karena itu pola industri musik pun akan berubah. ”Saat ini, praktis musisi dan label bergantung pada Ring Back Tone (RBT) saja. ”
RBT: Hutan Belantara Baru Ring back tone (RBT) dan full track download menjadi juru selamat bagi industri musik Indonesia saat ini. Ring Back Tone menjadi sandaran para label serta musisi karena praktis hanya RBT ini yang tidak bisa dibajak. Setidaknya untuk sementara ini. Direktur Teknologi Informasi Telkom, Indra Utoyo, seperti dikutip dari DetikInet, mengatakan bahwa justru saat ini menjual lagu secara digital lebih memberikan pendapatan signifikan, nilainya bisa Rp 1,2 triliun. Penjualan secara digital itu bisa dari RBT atau full track download.
Namun, di sisi lain, timbul masalah regulasi seperti pembagian hak cipta dan struktur bisnis. Belum adanya standar yang jelas ini juga diungkapkan oleh Anton Kurniawan. “RBT itu ibarat hutan belantara bagi banyak musisi.” Jelasnya. Tidak adanya standar pembagian hak bagi musisi, di samping masalah transparansi, membuat RBT ini memarginalkan si musisi itu sendiri. “RBT ini hanya menguntungkan pihak label dan operator, namun tidak bagi musisinya” tambahnya. Karenanya, diperlukan perlindungan hukum bagi para musisi sehingga kreatifitas mereka bisa dihargai secara layak. Plagiat Lagu: Masalah yang lebih serius tidak terlalu pahamnya musisi tentang RBT pun diamini oleh Nugie. Namun dalam hal ini, Nugie memiliki sudut pandang yang lain. “Permasalahan yang lebih penting di industri musik Indonesia adalah plagiat lagu itu sendiri,” ungkapnya kepada BPHNTV. Baginya, masalah RBT atau share royalty adalah masalah rejeki masing-masing musisi. Justru yang harus segera dilakukan adalah perlindungan terhadap karya itu sendiri supaya tidak diplagiat. Lagu yang sudah dibikin kemudian dijiplak beberapa bagian, atau hanya diganti syairnya saja menjadi jamak di industri musik saat ini. “Dan itu belum ada tindakan untuk melindungi si pencipta secara hukum.” ungkapnya. Hal ini tentu bisa menjadi batu sandungan tersendiri bagi si pencipta lagu. “Upaya kampanye anti plagiat tidak akan maksimal jika tidak ada tindakan hukum yang pasti,” jelas Nugie.
Industri musik di Indonesia merupakan salah satu urat nadi industry kreatif bangsa ini. Perlindungan hukum bagi musisi dan sosialisasi tentang hukum bagi pelaku industrinya merupakan kebutuhan yang sangat mendesak agar industri ini tetap hidup di negeri ini. (kris).

Jumat, 16 Maret 2012

Hak Paten (Hukum Industri)


HAK PATEN


Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Contoh kasus hak paten
1.      Tempe
Tempe merupakan makanan khas Indonesia dan sudah tidak jelas siapa yang pertama membuatnya, sehingga tidak dapat dipatenkan. Namun tempe sudah dipatenkan di luar negeri seperti Jepang dan AS. Meskipun demikian tempe yang dipatenkan di negara-negara tersebut bukanlah tempe tradisional seperti yang ada di Indonesia, melainkan tempe yang sudah dikembangkan. Misalnya AS mematenkan tempe  anti kolesterol dan Jepang mematenkan tempe dengan senyawa antioksidan. Jadi sebenarnya tempe yang dipatenkan oleh pihak luar tidaklah sama dengan tempe asli Indonesia. Jadi dalam masalah ini kita hendaknya  jangan sampai salah paham mengenai pematenan tempe oleh pihak luar.

2.       Batik
 Batik merupakan warisan budaya bangsa yang telah diwariskan secara turun temurun dan merupakan salah satu identitas bangsa Indonesia. Namun beberapa waktu yang lalu batik telah di klaim oleh negara lain dan masih diperjuangkan. Namun menurut Ketua Yayasan Batik Jawa Barat,  Shandy Ramania Wurandani, masyarakat tidak bisa mengaku motif batik tertentu, tetapi kita hanya bisa bangga dan melestarikannya serta mengembangkan motif tersebut dibana batik tersebut berkembang. Misalnya makna dan arti  dari motif batik,setiap motif memiliki arti yang berbeda dan fungsinya pun berbeda. Misalnya batik khusus untuk pernikahan, untuk tunangan,siraman, dan lain-lain.
 Semoga Warisan budaya nenek moyang bangsa Indonesia akan tetap terjaga dan tetap lestari. Berbahagialah dan berbanggalah dengan warisan budaya Indonesia, sebab tidak semua negara memiliki warisan yang bergitu beragam seperti Indonesia sehingga wajar jika ada pihak-pihak luar yang sedikit iri dan mencoba mengklain warisan budaya kita.  Hal ini justru semakin membuktikan bahwa kita memiliki warisan yang begitu bernilai dimata bangsa lain. Mari kita lestarikan dan jaga warisan leluhur kita.