Senin, 03 Oktober 2011

Kasus Pemenggalan Patung Wayang di Purwakarta

Tulisan (Tema 1)


Bagi saya kegiatan masa mengadakan pemenggalan patung wayang di Purwakarta tidak sepenuhnya benar, hanya dengan alasan bahwa patung yang didirikan oleh pemerintah Purwakarta tidak sesuai dengan identitas masyarakat setempat yang religius, sekelompok massa melakukan tindakan anarkis dengan menghancurkan patung-patung tokoh pewayangan.
Jika memang seluruh masyarakat setempat jadi beranggapan bahwa patung – patung tersebut adalah sesuatu yang patut disembah, itu memang merupakan suatu kesalahan. Tapi apakah hal itu benar – benar terjadi pada seluruh masyarakat setempat?? Alangkah baiknya kita berpikir positif bahwa patung – patung tersebut didirikan hanyalah untuk mewujudkan suatu keindahan di daerah tersebut yang juga dapat dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat guna mengisi waktu –waktu luangnya.
Lagipula tokoh pewayangan merupakan warisan budaya Indonesia, bahkan dalam sejarah penyebaran agama di Indonesia, tokoh pewayangan sering digunakan untuk menjangkau masyarakat terutama di pulau Jawa. Bukankah mengenang sejarah tentang tokoh - tokoh pewayangan itu baik?? Seperti halnya kita mengenang jasa para pahlawan yang telah mengorbankan nyawanya untuk Putra dan Putri Indonesia yang memang hal itu tidak pantas untuk dilupakan melainkan harus dikenang dan dilanjutkan perjuangannya oleh seluruh Putra dan Putri Indonesia dengan caranya masing – masin serta bernilai positif. Maka dari itu marilah kita berpikir jernih guna mewujudkan suatu perdamaian yang nyata di negeri Indonesia yang kaya akan budaya ini.    
Sejumlah massa gabungan ormas islam dan pondok pesantren merubuhkan patung di sejumlah sudut di Purwakarta. Aksi yang mereka lakukan tersebut merupakan akumulasi kekesalan terhadap bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, karena membangun patung meski sudah diperingatkan berkali-kali. Suasana kota Purwakarta pun mencekam ketika massa menghancurkan satu per satu patung wayang yang bernilai ratusan juta rupiah dan sasaran pertama mereka adalah patung gatot kaca di perapatan comro. Mereka menghancurkan patung tersebut dengan menggunakan tambang yang diikatkan di bagian leher. Kemudian menariknya hingga roboh secara beramai-ramai. Aksi tersebut dilanjutkan dengan penghancuran patung semar dan bima, aksi tersebut nyaris saja bentrok dengan aparat kepolisian setelah aksi penghancuran patung arjuna di pertigaan jalan BTN setelah digagalkan polisi. Perusakan patung di Purwakarta, Jawa Barat, merupakan tindakan vandalisme. Apa pun alasannya, tindakan itu tak bisa ditorelir. Karena negara kita merupakan negara hukum, jadi segala sesuatunya harus dikembalikan pada hukum. Meskipun sekelompok perusak patung itu menggunakan alasan agama, tetap saja itu tidak dibenarkan. Karena indonesia merupakan negara hukum, bukan negara islam.
Terlebih lagi islam tidak mengajarkan perbuatan perusakan semacam itu. Allah melarang kita berbuat kerusakan dan tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Jadi, perusakan itu justru bertentangan dengan ajaran Islam yang dibawa-bawa oleh sekelompok perusak di Purwakarta itu. Tindakan mereka justru telah mengotori ajaran Islam dan mencoreng citra Islam yang sejuk. Tindakan perusakan patung wayang oleh sejumlah Ormas Islam di Purwakarta disesalkan kalangan seniman khususnya para dalang dan masyarakat pecinta budaya wayang. Menurut Ketua Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) DKI Jakarta, Rohmad Hadiwijoyo, wayang merupakan gambaran keadaan kehidupan yang memiliki relevansi yang kuat dengan dunia kita. Melalui wayang dapat dipetik pelajaran dan memungut hikmah dari kisah-kisah pewayangan melalui tokoh-tokoh wayang tersebut. Kearifan budaya lokal, seperti wayang sesungguhnya mengandung filosofi yang sangat tinggi dan mendalam mengenai makna hidup dan ini pun diajarkan dalam agama. Perbedaan budaya dan agama seharusnya dapat diselesaikan dengan komunikasi. budaya dan agama seharusnya bisa saling mengisi dan perlunya adanya dialog antar lintas agama dan budaya sehingga kejadian seperti ini tidak terulang kembali. The Wahid Institute menyayangkan aksi perusakan terhadap sejumlah patung di Purwakarta, Jawa Barat. Tidak seharusnya aksi barbar itu dilakukan, apalagi sasarannya adalah simbol-simbol kebudayaan.
Menurutnya itu merupakan perbuatan yang salah alamat, itukah simbol pewayangan, simbol kebudayaan, budaya Indonesia. Sejumlah orang melakukan perusakan atas tiga patung di Purwakarta. Mereka menilai pembangunan patung-patung tersebut memboroskan anggaran dan tidak sesuai dengan ciri khas Purwakarta. Namun kuat dugaan aksi perusakan dipicu anggapan bahwa patung-patung tersebut bisa dijadikan sebagai media kemusyrikan. Aksi tersebut dilakukan didepan aparat keamanan, sehingga memunculkan kesan polisi tidak tegas terhadap kelompok tertentu yang membawa nama agama. Pada situasi ini harus jadi bahan evaluasi bersama agar polisi dapat hadir dalam penegakan hukum dan ketertiban masyarakat. Aparat kepolisian bungkam dengan pengrusakkan patung wayang di Purwakarta. Mereka sangat berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan di media massa, karena kasus ini terbilang sangat sensitif dan dapat memicu persoalan lain. Meskipun demikian sejumlah anggota polisi mulai melakukan identifikasi dengan mengamankan barang bukti di berbagai titik penghancuran. Kemudian penjagaan di berbagai lokasi kian di perketat. Dalam kasus ini diharapkan agar polisi mengusut tuntas dan menyelesaikan masalah ini secepatnya agar tidak menjadi preseden buruk bagi ketertiban masyarakat. Hukum di mana saja bisa lemah atau kuat pada suatu masa. Tetapi tak sedikitpun dari kita boleh kehilangan kepercayaan terhadap hukum, apa pun keadaannya. Jika tidak begitu, di depan kita hanya akan ada anarki dan anarki. patung itu sejenis buku dalam bentuk lain. Orang boleh tak setuju isinya, tapi tak boleh juga merusaknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar